Sabtu, 11 Januari 2014

gagal ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan sekarang dikenal sebagai kondisi umum yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan gagal ginjal kronis (CRF). Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yakni kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas dan akan dibahas secara terpisah. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang tubuls ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginajl) atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. Meskipun penyebabnya banyak, manifestasi klinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu sama lain karena gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang tidak pasti tidak adapat dielakkan lagi B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari gagal ginjal kronik ? 2. Apa etiologi gagal ginjal kronik ? 3. Apa patofisiologi gagal ginjal kronik ? 4. Bagaimana gambaran pathway gagal ginjal kronik ? 5. Apa manifestasi gagal ginjal kronik ? 6. Apa penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik ? 7. Apa pemeriksaan diagnostik gagal ginjal kronik ? 8. Apa komplikasi gagal ginjal kronik ? C. Tujuan Agar mahasiswa-mahasiswi dapat memahami dan mengerti mengenai definisi dari gagal ginjal kronik, etiologi gagal ginjal kronik , gambaran pathway gagal ginjal kronik , patofisiologi gagal ginjal kronik , manifestasi gagal ginjal kronik, penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik, pemeriksaan diagnostik gagal ginjal kronik, dan komplikasi gagal ginjal kronik. BAB II PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK I. KONSEP DASAR PENYAKIT a. Definisi Penyakit Gagal ginjal kronis (bahasa Inggris: chronic kidney disease, CKD) adalah proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan. CKD dapat menimbulkan simtoma berupa laju filtrasi glomerular di bawah 60 mL/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut namun disertai dengan kelainan sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi CKD pada penderita kelainan bawaan seperti hiperoksaluria dan sistinuria. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpanan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia. Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001) b. Etiologi Penyakit ginjal terminal (end stage renal disease/ESRD) merupakan kelanjutan dari Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan keseimbangan substansi tubuh (akumulasi cairan dan produk sisa) dengan menggunakan penanganan konservatif. ESDR terjadi bila fungsi ginjal yang masih tersisa kurang dari 10%. Penyebab gagal ginjal kronis sebagai berikut: Klasifikasi Penyakit Penyakit Penyakit infeksi saluran kemih Pielonefritis kronik atau refluks netropati Penyakit Peradangan Glomerulonefritis Penyakit Vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, dan Stenosis Arteria renalis. Gangguan Jaringan Ikat Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, Sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polisikistik dan Asidosis tubulus ginjal. Penyakit metabolic Diaetes mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme, amiloidosis Netropati toksik Penyalahgunaan analgesik dan Netropati timah. Netropati obstruktif Traktus urinarius bagian bawah, hipertrofi prostat, stiktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra. c. Patofisiologi Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup : 1. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi 2. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis 3. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. 4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal. (Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogjakarta: Nuha Medika) Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Dua pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis: 1. Sudut pandang tradisional Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle. 2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan. Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah. Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang. d. Pathway Terlampir e. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2001) antara lain: 1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natiurm dari aktivitas sistem renin-agiotensin-aldosteron) 2. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan) 3. Perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan , kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesdaran, tidak mampu berkonsentrasi) (Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:EGC) Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: 1. Gangguan kardiovaskuler hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. 2. Gangguan pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. 3. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. 4. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas). 5. Gangguan integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. 6. Gangguan endokrin Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D 7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. 8. Sistem Hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis akibat kurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. f. Komplikasi 1. Komplikasi keseimbangan cairan (kelebihan cairan atau penurunan volume I intravascular) 2. Komplikasi akibat ketidakseimbangan elektrolit (disritmia jantung, henti jantung, kejang) 3. Komplikasi kardiovaskuler (gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel sinistra, aritmia, henti jantung, hipotensi dengan dehidrasi) 4. Komplikasi neurologi (perubahan tingkat kesadaran, kejang, koma) 5. Komplikasi pernapasan (kelebihan cairan edema paru, gagal napas) 6. Perdarahan dan anemia 7. Hipoglikemia 8. Infeksi 9. Kerusakan kulit 10. Retinopati hipertensif 11. Malformasi tulang dan gigi 12. Malnutrisi dan retardasi mental 13. Keterlambatan perkembangan seksual BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan a. Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. b. GGK disebabkan oleh penyakit infeksi saluran kemih, peradangan, vaskuler hipertensif, jaringan ikat, kongenital dan herediter, metabolic, netropi toksik, netropati obstruktif. c. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup : penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit gagal ginjal stadium akhir d. Manifestasi klinik GGK yaitu : Hipertensi, Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner, Perikarditis DAFTAR PUSTAKA Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI) http://id.wikipedia.org/wiki/Gagal_ginjal_kronis Diane, JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC A. Price, Sylvia & M. Wilson, Lorraine. 2005. Edisi 6. Vol.2. Gagal Ginjal Kronik.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogjakarta: Nuha Medika) Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar