Selasa, 07 Januari 2014

asuhan keperawatan pnemonia

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Definisi pneumonia ataupun pneumonitis merupakan proses peradangan pada partenkim paru-paru, yang biassanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli. Istilah pneumonia lebih baik digunakan dari pada pneumonitis karena sering digunakan untuk menyatakan peradangan pada paru-paru non spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang banyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir diseluruh dunia. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia sering kali oada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu. Klien bedah, peminum alkohol, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus juga sangat mudah terserang penyakit ini.

B. Tujuan
1. menjelaskan pengertian dari penyakit pneumonia
2. menerangkan etiologi dari pneumonia
3. menjabarkan manifestasi klinik
4. mengertahui pemeriksaan diagnostik penderita pneumonia
5. mengetahui penatalaksaan medis dan non medis dari pnemonia
6. mrngetahui komplikasi dari pneumonia
7. menggambarkan pathway dari pneumonia
8. menjelaskan patofisiologis pneumonia
Menjabarkan dan menjelaskan asuhan keperawatan penderita pneumonia






BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PNEUMONIA
A.    Pengertian
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi  yang di sebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit. ( Irman Somantri, 2009 )
B.     Etiologi
1.      Jenis pneumonia    : Sindroma Tipikal
Etiologi                 : Streptoccocus pneumonia tanpa penyulit, Streptococcus pneumonia dengan penyulit.
Faktor resiko         : Sickle cell diseases, Hipogammaglobulinemia, Multipel mieloma.
Tanda dan gejala   : Onset mendadak dingin, menggigil, demam (39-40’C). nyeri dada pleuritis, batuk produktif, sputum hijau dan puluren serta  mungkin mengandung bercak darah. Terkadang hidung kemerahan, retraksi interkostal,penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosis.
2.      Jenis pneumonia    : Sindroma Atipik
Etiologi                 : Haemophilus, Influenzae, Staphiloccocus aureus, Mycoplasma Pneumonia.Virus Patogen.
Faktor resiko         : Usia tua, COPD, Flu, anak-anak, dewasa, muda.
Tanda gejala          : Onset bertahap dalam 3-5 hari, malaise, nyeri kepala,nyeri  tenggorokan,dan batuk kering, nyeri dada karena batuk.
3.      Jenis pneumonia    : Aspirasi
Etiologi                 : Aspirasi basil gram negatif, klebsiela pseudomonas, enterobacter,Escherichia proteus,basil gram positif, Stafilococcus, Aspirasi asam lambung.
Faktor Resiko         : Alkoholismedebilitas, perawatan (misal infeksi nosokomial, gangguan kesadaran.
Tanda dan gejala     : Pada kuman anaerob campuran,mulanya onset perlahan, demam rendah,batuk, produksi sputum/bau busuk, foto dada terlihat jaringan interstitial tergantung bagian yang parunya yang terkena, infeksi garam negatif atau positif, gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia, distres respirasi mendadak,dispnea berat,sianosis,batuk,hipoksemia,dan diikuti tanda infeksi sekunder.
4.      Jenis pneumonia    : hematogen
Etiologi                 : terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah,seperti pada kuman stafiloccocus,E. Coli,anaerob enterik.
Faktor resiko         : Kateter IV yang terinfeksi, endokarditis, drug abuse. abses intraabdomen, pielonefritis. Empiema kandung kemih,
Tanda dan Gejala : gejala pulmonal timbul minimal dibanding gejala septikemi, batuk non produktif dan nyeri pleuritik sama seperti yang terjadi pada emboli paru.
( Irman Sumantri, 2009 )
C.    Manifestasi Klinik
Tanda-tanda klinis utama adalah hal-hal berikut :
1.      Batuk
2.      Dispneu
3.      Takipneu
4.      Sianosis
5.      Melemahnya suara nafas
6.      Retraksi dinding thorax
7.      Napas cuping hidung
8.      Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi oleh paru terinfeksi di dekatnya)
9.      Batuk paroksismal mirip pertusis (umum terjadi pada anak yg lebih kecil)
10.  Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit
( Asih & Effendy.2004 )



D.    Pemeriksaan Diagnostik
1.      Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus, bronkial; dapat juga menunjukkan  multipel abses/infiltrat, empiema (staphyloccocus); penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran ekstensif nodul infiltrat (sering kali viral); pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x-ray mngkin bersih.
2.      ABGs/pulse Oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung pada luasnya kerusakan paru.
3.      Kultur sputum dan darah/gram stain: didapatkan dengan needle biopsy, transtracheal aspiration, fiberoptic bronchoscopy atau biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan didapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti Diplococcus, pneumoniae, staphyloccocus aureus, A Hemolytic streptoccocus dan Haemophilus influenza.
4.      Hitung darah lengkap/ complete blood count (CBC): leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai SDP rendah pada infeksi virus.
5.      Tes serologik: membantu membedkan diagnosis pada organisme secara spesifik.
6.      Laju endap darah (LED): meningkat.
7.      Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia.
8.      Elektroli: sodium dan klorida mungkin rendah.
9.      Bilirubin: mungkin meningkat. ( Irman Somantri, 2009 )
E.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis :
1.      Penisilin 50.000 u/KgBB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/KgBB/hari atau diberikan antibiotik yang memiliki spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas selama demam 4-5 hari.
2.      Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glikosa 5% dan nacl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500ml/botol infus
3.      Karena sebagian pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia maka dapat dikoreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
Penatalaksanaan non medis :
Klien diposisikan dalam keadaan semi fowler dengan sudrhubungan dengan 45ᵒ. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dengan baik, pemberian O2 di alveoli arterri dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dengan konsentrasi yang tidak beracun ( PO240 ) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting menganalisa gas darah.  ( Arif Muttaqin, 2008 )
F.     Komplikasi
1.      Pneumonia interstisial menahun
2.      Atelektasisi segmental atau lobar kronik
3.      Rusaknya jalan nafas
4.      Efusi pleura
5.      Klasifikasi paru
6.      Fibrosis paru
7.      Bronkitis obliteratif dan brokiolitis
8.      Atelektasi persisten.
( Arif Muttaqin, 2008 )











G.    Pathway
Inhalasi mikroba dengan jalan
·         Melalui udara
·         Aspirasi organisme dari naso faring
·         Hematogen
Nyeri dada
Panas dan demam
Anoreksia pausea vomit
Reaksi inflamasi hebat
Nyeri pleuritis
Membran paru-paru meradang dan berlubang
Pleuritik pain W
SDM Red Blood Count (RBC), SDP White Blood Count
(WBC), dan cairan keluar masuk ke alveoli
Bersih jalan nafas tidak efektif
Sekresi, edema dan prochospasme
Dispanea
Sianosis
Batuk
Risiko penyebaran infeksi
E
Partial oclusi
Daerah paru menjadi padat
Luas permukaan membran respirasi
Penurunan rasio ventilasi-perfusi













Hipoksemia
Kerusakan pertukaran gas
Kapasitas difusi menurun
                                                                                                                                      




( Irman Somantri, 2009 )





H.    Patofisiologi

Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu di antaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu community-acquired (diperoleh diluar sarana kesehatan) dan hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya). Streptococcus pneumoniae menjadi penyebab tersering terjadinya pneumonia yang didapat di luar sarana pelayanan kesehatan. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi sering kali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik menjadi lebih besar.
Gambaran patologis dalam batas tertentu bergantung pada agen etiologis. Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Jika terjadi pada satu atau lebih lobus disebut dengan pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau bronkopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang memiliki bercak dengan diameter sekitar 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronkus.
Penting juga diketahui tentang perbedaan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat dengan pneumoia yang didapat di rumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen penyebab pneumonia berbeda pada kedua sumber ini. Infeksi nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri gram-negatif atau Staphyloccocus aureus.
           
Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut.
1.      Kongesti (4-12 jam pertama): eksudat serosa masuk kedalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.
2.      Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus.
3.      Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
4.      Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula. ( Irman Somantri, 2009 )
     Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan nafas. Saluran nafas bagian bawah yan normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang di hirup. Sterilisasi saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif.
Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons pandang.
Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman Pneumococcus difagosit oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang ke alveoli. Trejadi resolusi sempurna. Paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas. ( Irman Somantri, 2009 )
F.Asuhan Keperawatan Klien Pneumonia
1.      Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk dan peningkatan suhu tubuh / demam.
2.      Biodata
Pneumonia lobaris sering terjadi secara primer pada orang dewasa, sedangkan pneumonia lobularis (bronkopneumonia) primer lebih sering terjadi pada anak-anak. Ketika seorang dewasa mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkinan ada penyakit yang mendahuluinya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri (yang tersering yaitu bakteri streptoccocus pneumoniae pneumococcus), sedangkan pada anak-anak penyebabnya adalah virus pernapasan. Penting diketahui bahwa usia 2-3 tahun, merupakan usia puncak pada anak-anak untuk terserang pneumonia. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae. Bayi dan anak-anak lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Pneumonia sering kali menjadi infeksi terakhir (sekunder) pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit tertentu.
3.      Riwayat Kesehatan
·        Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥ 40̊ C, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsolidasi paru.
·         Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas (infksi pada hidung dan tenggorokan). Resiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, post-operasi, infeksi pernapasan, dan klien dengan imunosupresi (kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU  dapat menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan meninggal.
4.      Pemeriksaan Fisik
Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis
(Sudoyo, 2006)
1.      Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, Streptococcus spp, dan Sthapyloccucusus. Pneumonia virus di tandai dengan mialgia, malaise, batuk kering yang nonproduktif.
2.      Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/orang dengan penurunan imunitas akibat kuman yang kurang patogen/oportunistik.
3        Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa dijumpai adalah demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang dullness, ronchi nyaring, serta siara pernapasan bronkial).
4        Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus. ( Irman Somantri, 2009 )
Keadaan umum pada klien dapat dilakukan dengan cara selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Dan pengkuran GCS bila kesadran pasien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
Pemeriksaan tanda-tanda vital biasanya mengalami peningkatan suhu 40°C, frekuensi napas meningkat, dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan. Dan apabila tidak melibatkan fungsi sistemisyang berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskulertekanan darah biasanya tidak masalah.
B1 ( Breathing )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pnemonia merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas :
a.      Inspeksi : bentuk dada, gerakan pernapasan, gerakan pernapasan simetris. Sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya reaksi sternum. Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum, saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia biasanya terdapat batu produktif, disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresti sputum yang purulen. 
b.       Palpasi : gerakan dinding, pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara, fremitus fokal normal.
c.      Perkusi : klien dengan pneumonia disertai komplikasi, biasanya di dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. bu nyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkhopnemonia menjadi suatu sarang.
d.     Auskultasi : didapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi napas tambahanronkhi basah pada sisi yang sakit, penting bagi perawat untuk mendokumentasikan hasil auskultasi daerah mana adanya ronkhi.
B2 ( blood )
a.      Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b.      Palpasi : denyut nadi perifer melemah
c.      Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran
d.     Aukultasi : tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan biasanya tidak di dapatkan

B3 ( Brain )
Sering  terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, mergang dan menggeliat.
B4 ( Bladder )
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan, oleh karena itu. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
B5 ( Bowel )
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan
B6 ( Bone )
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantunganklien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. ( Arif Muttaqin, 2008 )  
5.      Diagnosis Keperawatan
a.       Bersihan jalan nafas tidak  efektif b.d : Inflamasi trakeobronkial, pembentukan udema, dan penungkatan produksi spuntum Pleuritik pain.
b.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan: Perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi), Gangguan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah (demam, perubahan kurva oksihemoglobin).
6.      Perencanaan
a.       Tujuan : Jalan nafas bersih dan efektif setelah 3x 24 jam perawatan, dengan kriteria:
1.      Secara verbal tidak ada keluhan sesak.
2.      Suara nafas normal (vesikula)
3.      Sianosis (-)
4.      Batuk (-)
5.      Jumlah peranafasan dalam batas normal sesuai usia.
             
Intervensi :
              Mandiri
a.       Kaji jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
b.      Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran udara,dan adanya suara nafas tambahan seperti crakles,wheezees.
c.       Evelasi kepala, sering ubah posisi.
d.      Bantu klien dalam melakukan latihan nafas dalam. Demonstrasikan/bantu klien belajar untuk batuk,misal menahan dada dan batuk efektif pada saat posisi tegak lurus.
e.       Lakukan suction atas indikasi.
f.       Berikan cairan kurang lebih 2.500ml/hari (jika tidak   ada kontraindikasi).
g.      Berikan air hangat.
              Kolaborasi
a.       Kaji efek dari pemberian nebulizer dan fisioterapi pernafasan lainnya, misalnya Incentive Spirometer,IPPB,perkusi,postural drainase. Lakukan tindakan selang di antara makan dan batasi cairan jika cairan sudah mencukupi.
b.      Berikan pengobatan atas indikasi, misalnya mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, dan analgesik.
c.       Berikan cairan suplemen misal IV, humidifikasi okssigen dan room humidification.
d.      Monitor serial X-Ray dada, ABGs, Pulse Oximetry. Bantu dengan bronkoskopi/torasentesis, jika diindikasikan.
Rasional :  Evaluasi awal untuk melihat kemampuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan.Penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara napas bronkial ( normal diatas bronkus ) dapat juga Crackles, ronchi, dan wheezes terdengar pada saat inpirasi dan atau ekpirasi sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran napas Diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam peningkatan ekspirasi dada, pengisian udara, mobilisasi, dan ekspetorasi dari sekresi.

Nafas dalam akan memfasilitasi ekspansi maksimum paru/saluran udara kecil. Batuk merupakan mekanisme pembersihan diri normal,dibantu silia untuk memelihara kepatenan saluran udara. Menahan dada akan membantu untuk mengurangi ketidaknyamanan, dan posisi tegak lurus akan memberikan tekanan lebih untuk batuk.Stimulasi batuk atau pembersihan saluran nafas secara mekanis pada klien yang tidak dapat melakukannya dikarenakan ketidakefektifan batuk atau penurunan kesadaran. Cairan (terutama cairan hangat) akan membantu memobilisasi dan mengekspektorasi sekret. Memfasilitasi pencairan dan pengeluaran sekret. Postural drainase mungkin tidak efektif pada pneumonia interstisial atau yang disebabkan eksudat/destruksi dari alveolar. Koordinasi penatalaksanaan/jadwal dan oral intake akan mengurangi kemungkinan muntah dengan batuk, ekspektorasi. Membantu mengurangi bronkospasme dengan mobilisasi dari sekret. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa tidak nyaman ketika klien melakukan usaha batuk, tetapi harus digunakan sesuai penyebabnya. Cairan diberikan untuk mengganti kehilangan (termasuk insesble/IWL) dan membantu mobilisasi sekret. Untuk mengetahui kemajuan dan efek dari proses penyakit serta memfasilitasi kebutuhan untuk perubahan terapi. Kadang-kadang diperlukan untuk mengeluarkan sumbatan mukus, sekret yang purulen, dan atau mencegah atelektasis.
b.      Tujuan : Pertukaran gas dapat teratasi setelah 3 x24 jam perawatan dengan kriteria:
1.      Keluhan dispnea berkurang;
2.      Denyut nadi dalam rentang normal dan irama reguler;
3.      Kesadaran penuh;
4.      Hasil nilai analisis gas darah dalam batas normal.
              Intervensi :
              Mandiri
a.       Observasi warna kulit, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (sirkumoral)
b.      Kaji status mental
c.       Monitor denyut/irama jantung
d.      Monitor suhu tubuh atas indikasi. Lakukan tindakan mengurangi demam dan menggigil, misal ganti posisi, suhu ruangan yang nyaman, kompres( tepid or cool water sponge).
e.       Pertahankan bedrest. Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas diversi (hiburan).
f.       Elevasi kepala dan anjurkan perubahan posisi,nafas, dan batuk efektif.
g.      Kaji tingkat kecemasan. Anjurkan untuk menceritakan secara verbal. Jawab pertanyaan secara bijaksana. Monitor keadaan klien sesering mingkin, atur pengunjung untuk tinggal bersama klien atas indikasi.
h.      Observasi kondisi yang memburuk,catat adanya  hipotensi, sputum berdarah, pallor,sianosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, dispnea berat, dan kelemahan.
i.        Siapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan.
              Kolaborasi
a.       Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misal nasal prong, masker.
b.      Monitor ABGs, pulse oksimetry
Rasional : Sianosis kuku menggambarkan  vasokonstriksi atau respons tubuh terhadap demam. Sianosis cuping telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik. Kelemahan, iritable, bingung, dan somnolen dapat merefleksikan adanya hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral. Takikardi biasanya timbul sebagai hasil dari demam/dehidrasi tetapi dapat juga sebagai respons terhadap hipoksemia. Demam tinggi (biasanya pada pneumonia bakteri dan influenza) akan meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi  oksigen serta mengubah oksigenasi selular.Mencegah kelelahan dan mengurangi konsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi. Tindakan ini akan meningkatkan inspirasi maksimal, mempermudah ekspektorasi dari sekret untik meningkatkan ventilasi. Kecemasan merupakan manifestasi dari psikologis sebagai respons fisiologis terhadap hipoksia. Memberikan ketentraman dan meningkatkan perasaan aman akan mengurangi masalah psikologis. Oleh karena itu, akan menurunkan kebutuhan oksigen dan respons psikologis yang merugikan. Syok dan edema pulmonar merupakan penyebab yang sering menyebabkan kematian pada pneumonia, oleh karena itu memerlukan intervensi medis secepatnya.Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat. Pemberian terapi oksigen untuk memelihara PaO2 di atas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dari klien. Untuk mengikuti kemajuan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan dalam terapi oksigen.Selama peride ini, potensial berkembang menjadi komplikasi yang lebih fatal (hipotensi/syok)
( Irman Somantri. 2009 )
























BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda dasing.

B. SARAN
         a. Aspek penyakit pneumonia harus dipahami untuk dapat mengatasi dengan baik.
         b. Tindakan pencegahan harus diambil untuk mengurangi angka morbilitas penyakit.
         c. Faktor resiko penyebab pneumonia harus dikurangi/dihindari.

















DAFTAR PUSTAKA
Somantri Irman, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2, 2009. Salemba Medika : Jakarta
Muttaqin Arif, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, 2008. Salemba Medika : Jakarta. 
Asih & Effendy.(2004). Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit EGC
Wilkinson .M. Judith. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, 2006. EGC : Jakarta.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar